Mencermati kondisi ekonomi politik dunia saat ini, khususnya krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan Eropa, menggiring kita pada pertanyaan, “Apakah Kapitalisme akan berakhir?”
Banyak indikasi
kegagalan kapitalisme tersebut, antara lain : pertama, ekonomi konvensional
yang berlandaskan pada sistem ribawi, ternyata semakin menciptakan ketimpangan
pendapatan dan ketidakadilan ekonomi. Berdasarkan hasil riset The New Economics
Foundation and Human Development Report pada tahun 2006, telah terjadi
kesenjangan yang semakin dalam antara kelompok the haves and the haves not.
Riset Anup Shah (2008) menyebutkan tiga miliar manusia hidup dengan pendapatan
dibawah US$ 2/hari. Artinya, satu dari dua anak hidup dalam kemiskinan. Fakta
mencengangkan lainnya adalah GDP 41 negara miskin ternyata sama dengan kekayaan
7 orang kaya di dunia. Kedua, ekonomi Kapitalisme tersebut juga telah
menciptakan krisis moneter dan ekonomi di banyak negara. Di bawah sistem
Kapitalisme, krisis demi krisis terjadi terus-menerus, sejak tahun 1923, 1930,
1940, 1970, 1980, 1990, 1997 bahkan sampai sekarang. Banyak negara terancam
krisis susulan di masa depan jika sistem Kapitalisme terus dipertahankan.
Ketiga, Ekonomi Kapitalisme banyak memiliki kekeliruan dan kesalahan dalam
sejumlah premisnya terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan dimensi
moral.
Ada beberapa
teori ekonomi kapitalisme yang mengalami kegagalan, antara lain self interest dan efficiency. Teori ini dinyatakan gagal karena teori-teori tersebut
tidak berdasarkan keadilan sistem.
Dasar dari teori
ekonomi kapitalisme adalah self interest,
karena yang nama market atau pasar adalah kumpulan individu-individu. Individu
dalam konsep ekonomi adalah indivisu manusia dan individu perusahaan. Aktivitas
yang dilakukan individu tersebut adalah untuk kepentingan diri sendiri. Teori
ekonomi yang seperti ini semakin berat dan mengakibatkan dunia berada dalam
kondisi yang timpang.
Sementara teori efficiency adalah meminimalkan cost, termasuk meminimalkan harga buruh
yang murah. Pemilik modal akan diuntungkan jika memiliki tenaga kerja yang
dibayar murah. Oleh sebab itu, salah satu cara yang diupayakan pemilik modal
adalah meliberalisasikan undang-undang penanaman modal atau perdagangan di
negara-negara miskin.
Memang yang
namanya Kapitalisme adalah based on
capital. Dalam logika ekonomi konvesional, menjadi sangat wajar jika
terjadi krisis, maka yang pertama kali diselamatkan adalah para pemilik modal.
Jika institusi kapital mengalami masalah, maka negara akan memberikan
pertolongan yang sebesar-besarnya. Ironisnya, jika pemilik kapital mengalami
keuntungan, penikmat terbesar adalah pemilik kapital. Inilah yang terjadi pada
krisis ekonomi di AS dan Eropa. Bagaimana dengan Negara kita, Indonesia?
Indonesia merupakan bangsa yang besar. Kebesaran bangsa Indonesia tidak hanya dilihat dari jumlah penduduknya yang mencapai 250 juta jiwa tetapi juga kemajemukan budayanya. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, menurut buku World in Figure 2003 yang diterbitkan oleh The Ecomonicst, USA, prestasi kekayaan alam Indonesia antara lain : penghasilan biji-bijian terbesar nomor 6, penghasil teh terbesar nomor 6, penghasil kopi nomor 4, penghasil cokelat nomor 3, penghasil lada putih nomor 1 dan lada hitam nomor 2, penghasil puli dari buah pala nomor 1, penghasil karet alam nomor 2 dan karet sintetik nomor 4, penghasil kayu lapis nomor 6, penghasil minyak bumi nomor 11, penghasil gas alam nomor 6 dan LNG nomor 1, penghasil emas nomor 8 dan bahan tambang lainnya. Selain itu, analisa Visi Indonesia 2030 yang disusun oleh Yayasan Indonesia Forum menyatakan bahwa Indonesia juga memiliki keunggulan posisi geografis. Posisi Indonesia terletak di kawasan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia yang mencakup Asia Timur, Asia Selatan, dan Australia-Selandia Baru. Bentang daratandan lautan yang luas di daerah tropis, fluktuasi musim yang rendah, serta kesuburan tanah dan keragaman hayati yang dimiliki, merupakan kekayaan alam yang besar. Inilah Indonesia, negara kita yang kaya akan sumber daya alam.
Indonesia merupakan bangsa yang besar. Kebesaran bangsa Indonesia tidak hanya dilihat dari jumlah penduduknya yang mencapai 250 juta jiwa tetapi juga kemajemukan budayanya. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, menurut buku World in Figure 2003 yang diterbitkan oleh The Ecomonicst, USA, prestasi kekayaan alam Indonesia antara lain : penghasilan biji-bijian terbesar nomor 6, penghasil teh terbesar nomor 6, penghasil kopi nomor 4, penghasil cokelat nomor 3, penghasil lada putih nomor 1 dan lada hitam nomor 2, penghasil puli dari buah pala nomor 1, penghasil karet alam nomor 2 dan karet sintetik nomor 4, penghasil kayu lapis nomor 6, penghasil minyak bumi nomor 11, penghasil gas alam nomor 6 dan LNG nomor 1, penghasil emas nomor 8 dan bahan tambang lainnya. Selain itu, analisa Visi Indonesia 2030 yang disusun oleh Yayasan Indonesia Forum menyatakan bahwa Indonesia juga memiliki keunggulan posisi geografis. Posisi Indonesia terletak di kawasan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia yang mencakup Asia Timur, Asia Selatan, dan Australia-Selandia Baru. Bentang daratandan lautan yang luas di daerah tropis, fluktuasi musim yang rendah, serta kesuburan tanah dan keragaman hayati yang dimiliki, merupakan kekayaan alam yang besar. Inilah Indonesia, negara kita yang kaya akan sumber daya alam.
Dalam lirik
lagunya Koes Plus pun dinyatakan :
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Melihat kenyataan yang ada di Indonesia, tentu
kita berpikir negeri ini sangat kaya. Tapi yang terjadi malah kebalikannya. Hal
ini disebabkan oleh pemanfaatan sumberdaya alam itu masih sangat tergantung
dengan pihak asing. Indonesia belum mandiri. Akibatnya, orang asing, khususnya
Amerika Serikat dan negara-negara Baratlah, yang lebih banyak menikmati sumber daya
alam itu. Sebaliknya, rakyat Indonesia nyaris tidak mendapat manfaat apa-apa
dari sumber daya alam itu. Inilah yang menghambat pertumbuhan dan kesejahteraan
rakyat. Berdasarkan berita resmi statistik BPS menyebutkan kemiskinan di
Indonesia Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang. Jumlah pengangguran saat ini
mencapai 8,32 juta atau 7,14 persen. Tidak hanya itu, kondisi yang
memprihatinkan pun terjadi pada saudara kita di Papua, sampai-sampai timbul
kekhawatiran akan lepasnya Papua dari NKRI. Anehnya dengan kondisi yang
memprihatinkan ini pemimpin negara kita seolah tidak peka dan responsif dengan
kemungkinan lepasnya Papua. Hal ini menimbulkan tanggapan dari berbagai pihak,
Apakah Papua diam-diam sudah dibarterkan? Sungguh malang nasib warga negara
kita.
Dari
paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem Ekonomi Barat sama sekali
tidak relevan dan tidak memenuhi syarat untuk diterapkan di negara-negara
Islam, khususnya Indonesia yang faktanya 85 persen penduduknya beragama Islam.
Karena itu prinsip-prinsip teori ini harus ditinjau kembali. Pendekatan yang
jauh lebih kritis, harus dilakukan untuk mengobati penyakit-penyakit yang sudah
ditularkan kepada negara-negara Islam.
Pada
akhirnya, kita memerlukan suatu konsep pembangunan ekonomi yang tidak hanya
mampu merealisasikan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan
ekonomi secara tepat, teruji dan bisa diterapkan oleh semua-semua negara di
belahan bumi ini. Konsep tersebut juga harus mampu memperhatikan sisi
kemanusiaan tanpa melupakan aspek moral.
Inilah
peluang Ekonomi Islam untuk menjadi solusi kerusakan ekonomi dunia. Belajar
dari pengalaman Rasulullah Muhammad SAW, membangun ekonomi umat Islam di Madinah
dilakukan dengan cara menggali potensi modal sosial umat Islam untuk membangun
kemandirian ekonomi. Membangun kemandirian ekonomi dengan modal sosial berbeda
dengan sistem modern yang segala sesuatunya didasarkan pada uang.
Rasulullah
membangun sifat kedermawanan, solidaritas, tolong menolong, kasih sayang,
membangun persaudaraan, qardhul hasan, infaq dan shadaqah yang memiliki
nilai penting dalam membangun ekonomi umat. Langkah ini diperkuat dengan ajaran
untuk hidup zuhud, menjauhi perbuatan mubadzir, saling menolong, dan memelihara
silaturrahim yang semuanya memiliki dimensi ekonomi.
Kaum
Anshar ketika melihat kaum Muhajirin yang datang ke Madinah hanya berbekal
pakaian yang melekat di badan, mereka dengan sukarela dan senang hati memberi
pakaian, tempat tinggal, dan makanan sehingga kebutuhan pokok kaum Muhajirin
terpenuhi. Lalu Rasulullah mengajarkan kepada umat Islam untuk mengedepankan
kewajiban daripada hak sehingga akan terbangun semangat produktivitas.
Nilai
positif dari semangat produktivitas ini akan mendorong peningkatan perekonomian
serta mengurangi budaya konsumtivisme yang dapat mengarah para perilaku boros (mubadzir).
Karena produktif maka umat akan lebih sejahtera dan mampu mengeluarkan zakat,
infaq dan shadaqah kepada yang membutuhkan.
Dengan
sistem Ekonomi Islam maka permasalahan yang dihadapi bangsa kita bahkan dunia
pun akan teratasi. Tidak ada lagi ketimpangan pendapatan dan ketidakadilan
ekonomi serta permasalahan lainnya yang dihadapi oleh banyak negara. Karena
sistem Ekonomi Islam merupakan sistem yang mengutamakan keadilan dan maslahah (kesejahteraan) sosial.
Kumita
Ary Fhuspha
Akuntansi
2010
SUMBER REFERENSI
Mingka,
Agustianto. (2011). Kegagalan Kapitalisme
dan Peluang Ekonomi Syariah. [Online]. tersedia : www.pesantrevirtual.com. [18 Desember 2011]
Muhajir,
Ahmad. (2011). Membangun Kemandirian
dengan Ekonomi Islam. [Online}. Tersedia : http://www.majalahgontor.co.id. [18
Desember 2011]
Yusuf Achmad, Ridwansyah. (2011). [Online]. tersedia :
www. Ridwansyayusufachmad.wordpress.com. [18 Desember 2011]
Wirakusuma,
Yudha. (2011). SBY : Jumlah Pengangguran
Saat Ini 8,32 Juta Jiwa. [Online]. Tersedia : Okezone.com
www.
Bps.go.id/getfile.php
0 komentar:
Posting Komentar