skip intro/masuk

Logo sciemics

SEEd 2014 Temilreg Fossei Jabar

Lomba Karya Tulis Ekonomi Islam Nasional 2014 dengan tema Pendidikan

SEEd 2014 Temilreg Fossei Jabar

Lomba Poster tentang Ekonomi Islam tingkat SMA se-Jawa Barat 2014

SCIEmics UPI

Study Community Of Islamic Economics--- Bersiaplah bergabung dengan kami!

Alhamdulillah SAT 2013 SUKSES!! :)

"Gali Potensi, Meraih Mimpi, Wujudkan prestasi"

Congratulation for SCIEmics UPI

Alhamdulillah.... juara umum lagi....di Temilreg 2013 FoSSEI JABAR

h M
Tampilkan postingan dengan label gerai dinar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gerai dinar. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Mei 2011

Indonesia Kita, Siapa Lagi Yang Akan Memakmurkannya...?

Oleh Muhaimin Iqbal   
Selasa, 24 May 2011 07:54
Salah satu penyebab kemiskinan adalah bila kita mengkonsumsi sesuatu yang tidak bisa kita produksi sendiri – karena berarti kita harus membelinya dari luar – tetapi inilah yang terjadi di negeri ini selama 50 tahun terakhir. Lima puluh tahun lalu tepatnya 1961, Indonesia hanya mengimpor gandum sebanyak 153,000 ton , tetapi kini (data terakhir FAO baru 2007) impor itu menjadi 5.5 juta ton atau naik menjadi 36 kali-nya – padahal dalam rentang waktu tersebut jumlah penduduk kita ‘hanya’ menjadi 2.5 kalinya. Jadi untuk setiap penduduk negeri ini, ada peningkatan konsumsi bahan pangan yang tidak bisa kita produksi sendiri untuk gandum saja sebesar lebih dari 14 kali lipat selama setengah abad ini.

Untuk bahan makanan tradisional kita, tahu tempe misalnya – lima puluh tahun lalu seluruhnya di supply kebutuhan bahan baku kedelainya oleh produksi kedelai dalam negeri yang mencapai 426,000 ton pada tahun tersebut. Kini produksi kedeleai kita naik hampir 40 %nya menjadi sekitar 593,000 ton, tetapi bila setengah abad lalu kita tidak mengimpor kedelai sama sekali – sekarang kita mengimpor kedelai sampai 2.2 juta ton atau sekitar 3.7 kali  produksi kita sendiri.

Lantas dimana masalahnya ?. Di contoh pertama, makanan dari gandum – tanpa sengaja kita telah menjadi korban pemasaran globalnya negara produsen gandum. Bagaimana mungkin negeri dengan produksi gandum nol, berubah menjadi konsumen gandum yang begitu besar dan terus meningkat setiap tahunnya ?.

Di contoh kedua kedelai, bisa jadi kita menjadi korban prioritas kita sendiri. Bahan makanan dari kedelai yang mestinya sangat memungkinkan untuk ditanam dengan cukup di negeri ini – ternyata tidak meningkat secara berarti selama setengah abad terakhir, padahal sudah pasti ada peningkatan kebutuhan yang begitu besar – karena naiknya jumlah penduduk. Walhasil peningkatan kebutuhan ini pula yang ditangkap oleh para pemasar global untuk komoditi kedelai.

Itulah sebagai gambaran apa yang terjadi selama 50 tahun terakhir di negeri ini, nampaknya kita gagal mengantisipasi sisi demand atas kebutuhan pokok kita sendiri  – atau sengaja digagalkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan, untuk kemudian mereka dapat mengisi sisi supply – yang memang nyatanya tidak bisa kita isi sendiri.

Tetapi saya pikir tidak ada gunanya kita mengeluhkan apa yang sudah terjadi selama setengah abad lebih ini, yang lebih penting adalah bagaimana agar anak-anak cucu kita kelak tidak lebih buruk lagi keadannya. Apa yang kita rasakan kini adalah buah karya kita sendiri di masa lalu, maka kini waktunya kita berkarya maksimal agar anak cucu kita bisa menikmati hasilnya kelak.

Sekedar pembanding, berikut adalah apa-apa yang dilakukan oleh orang lain diluar sana untuk mengantisipasi kebutuhan masa depannya :

·      Hedge Fund - George Soros, Investment House seperti Blackrock, dan retirement plan giants seperti TIAA-CREF telah mulai menanamkan investasinya di ladang-ladang perkebunan dimana-mana, "from Midwest to Ukraine to Brazil".
·      Lord Jacob Rothchild, melikuidasi aset perusahaannya di London Stock Exchange  untuk ditanamkam dalam investasi bisnis agrikultur dan membeli sebuah perusahaan agrikultur di Brazil bernama Agrifirma Brazil.
·      Daewoo Logistic mengumumkan investasi US$ 6 milyar untuk menyewa hampir separuh "arable land" , tanah subur atau tanah yang bisa ditanami di Madagascar.
·      Para investor dari Timur Tengah mulai berinvestasi di Blue Nile dan White Nile Sudan yang dihuni mayoritas kaum muslim di Sudan bagian Utara yang akan potesial untuk dikembangkan menjadi "Agricultural Power House in The World".
·      Private Equity  besar dari Canada AgCapital mulai berinvestasi di lahan-lahan  perkebunan.
·      Seorang perempuan Amerika bernama Shonda Warner yang berkarir sebagai derivative trader di Goldman Sach dan kemudian menjadi hedge fund executive di London, meninggalkan karir gemerlapnya, balik lagi ke kampung halamannya masuk ke dalam bisnis agrikultur. Kemudian dia mendirikan firma investasi untuk agrikultur dengan strategi sederhana "Buy undervalued farm land and profit the coming global agriculture boom".

Bukan hanya pihak swasta, negara-negara di dunia-pun terus bergegas berlomba-lomba membeli atau menyewa lahan-lahan di seluruh dunia untuk mengantisipasi kebutuhan masa depannya.

·      China mengumumkan investasi bisnis agrikultur di Africa sebesar US$5 milyar - ini baru permulaan. Mereka mau mangamankan pasokan pangannya  karena populasi mereka 20% dari populasi dunia namun lahan yang bisa ditanami hanya 7%.
·      Qatar, Abu Dhabi dan Saudi Arabia diberitakan telah mulai membeli dan menyewa lahan-lahan pertanian, perkebunan di seantero Asia dan Africa.
·      Negara-negara kaya dan didukung oleh perusahaan-perusahaan swasta kelas dunia, perusahaan-perusahaan investasi kelas kakap, seolah kini sedang berlomba mencari, membeli, menyewa lahan-lahan pertanian dan perkebunan di manapun di seluruh dunia dengan mengerahkan seluruh kekuatannya.

Melihat fenomena-fenomena diatas, saya seperti sedang membaca cerita terindah di al-Qur’an tentang nabi Yusuf – mereka tahu dunia akan kekurangan pangan – oleh karenanya mereka berusaha ‘bercocok tanam dengan sungguh-sungguh’ untuk menghadapi masa paceklik. (QS 12 :47).

Sedangkan kita apa yang kita lakukan ?, hampir setiap hari kita disuguhi dengan kesibukan luar biasa oleh para pemimpin-pemimpin kita. Mereka bukan sibuk bekerja untuk menyiapkan rakyat agar siap mengatasi paceklik yang akan datang, mereka bukan sibuk menggerakkan dana dan seluruh kekuatan yang kita miliki untuk ‘bercocok tanam secara sungguh-sungguh’, mereka sibuk untuk urusan-urusan panggung politik yang tidak ada kaitannya dengan kemakmuran rakyat. Bahkan untuk urusan kisruh sepakbola saja  - seolah negeri ini telah kehabisan resources untuk mengatasinya – tidak bisa teratasi oleh bangsa sendiri dan harus menyerah pada keputusan pihak luar.

Tetapi sekali lagi, tidak ada gunanya kita meratapi ini.  Kita bisa mulai berbuat dari diri kita sendiri, mulai dari yang kita bisa dan kita tahu – insyaAllah Allah akan memberitahu apa yang kita belum tahu. Kalau bukan kita-kita sendiri yang mulai berbuat, lantas siapa lagi yang akan melakukannya untuk kita, untuk anak-anak dan cucu-cucu kita ?. InsyaAllah kita bisa !. Amin.

Sabtu, 26 Maret 2011

BERNIAGA UNIK ALA RASULULLAH ^^

Bismillahirrahmanirrahim

STUDY COMMUNITY OF ISLAMIC ECONOMICS (SCIEmics) UPI
Present

HAYOOO. UNTUK SAHABAT SEMUA YANG BELUM PERNAH BERTRANSAKSI DENGAN MATA UANG EMAS DAN PERAK (DINAR DAN DIRHAM), DATANG AJAA KE..
PASAR ISLAM
SCIEmics UPI
MENJALANKAN TRANSAKSI DENGAN MATA UANG ANTI INFLASI. 
DATANG DAN RASAKAN SENSASINYAAA ^^

Jumat, 25 Maret 2011

Ketika Orang Lain Berlari Lebih Cepat Dari Kita...

Oleh Muhaimin Iqbal   
Kamis, 17 March 2011 07:11
Bila di dunia sepak bola kita sudah sangat terbiasa dengan berbagai kompetisi baik yang sifatnya nasional seperti LPI dan LSI, regional seperti AFF dan AFC, maupun yang kelas dunia World Cup, kini juga waktunya bagi  bangsa ini untuk aware akan adanya kompetisi jenis yang lain lagi – kompetisi yang langsung menyentuh hajat hidup orang banyak, yaitu kompetisi  kesempatan berusaha dan penciptaan lapangan kerja. Untuk yang terakhir ini, sebenarnya tanpa di sadari – mau tidak mau -  kita sudah terlibat didalamnya – tetapi mungkin karena ignorance  – membuat kita bertahun-tahun berada di urutan kelas bawang.

Kompetisi yang saya maksud adalah kompetisi dalam kemudahan berusaha yang tentu saja juga berakibat pada mudah tidaknya lapangan kerja tercipta. Setiap tahun sejak tahun 2004 Bank Dunia mengeluarkan laporan tentang tingkat kemudahan berusaha di masing-masing negara yang di upload  dalam situs khusus www.doingbusiness.org , dan laporan lengkapnya untuk masing-masing tahun dapat Anda unduh dari situs tersebut.

Untuk memahami arti pentingnya  ‘kompetisi’ kemudahan usaha ini , saya beri ilustrasi berikut.  Bila Anda seorang CEO dari perusahaan produsen produk-produk berteknologi tinggi di pasar global misalnya, di tingkat ASEAN saja Anda punya pilihan untuk menaruh pabrik Anda antara lain di antara Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam, Brunei atau Philipina.

Tanpa susah-susah melakukan survey yang costly, Anda cukup mengambil laporan terakhirnya World Bank dalam  Doing Business 2011 dari situs tersebut diatas ( kalau ingin tahu betapa mudahnya ambil data ini dan Anda lupa nama situsnya, cukup ke Google dan search keywords Doing Business 2011 – maka Anda sudah akan dituntun ke situs tersebut, laporan komplit dalam bentuk PDF-pun kini sudah ada di tangan Anda).  Dari laporan terakhir berdasarkan data tahun lalu misalnya, dengan mudah-lah Anda mengetahui siapa-siapa juaranya.

Dari 183 negara yang di survey, ternyata masih Singapore juaranya untuk tahun terakhir (sudah beberapa tahun Singapore menduduki posisi juara ini) - Singapore berada di urutan no 1 dalam kemudahan usaha, Thailand no 19, Malaysia nomor 21, Vietnam no 78, Brunei 112,  Indonesia no 121, Philipina no 148. Ini kalau yang jadi kriteria adalah kemudahan usaha secara umum, bila yang menjadi kriteria adalah kemudahan merintis usaha baru, maka urutannya menjadi Singapore no 4,  Thailand no 95, Vietnam no 100, Malaysia no 113,  Brunei 133, Indonesia no 155, dan Philipina no 156.

Walhasil dengan data dari lembaga yang sangat dianggap competent oleh dunia tersebut,  baik dari sisi kemudahan menjalankan usaha secara umum maupun kemudahan merintis usaha baru, Bila Anda bukan orang Indonesia  - kecil kemungkinan Anda memilih tempat berusaha di negeri ini. Inilah yang merepresentasikan daya saing kita dalam menarik investor asing, dan ini pula yang berdampak langsung pada kemudahan penciptaan lapangan kerja. Sebagian investor tentu masih invest di negeri ini, tetapi ini dilakukan melalui bursa saham yang uangnya setiap saat bisa ditarik lagi keluar (hot money) – atau untuk jenis industri yang pasar atau bahan bakunya memang adanya di negeri ini.

Mengapa di mata Bank Dunia, negara besar seperti Indonesia ini bisa begitu jauh tertinggal ? Menurut analisa saya sendiri ini karena kita kurang banyak berlatih. Di dalam negeri pemerintah-pemerintah daerah banyak berlomba untuk meraih piala Adhipura yang kurang jelas manfaatnya bagi kemakmuran rakyat, mereka kurang berlatih mempermudah usaha dan mempermudah penciptaan lapangan kerja – di daerahnya masing-masing.  Karena tidak ada yang memacu daerah-daerah ini untuk saling bersaing dalam kebaikan –kemudahan usaha/ penciptaan lapangan kerja – maka secara negara-pun kita tidak tampil prima ketika – sadar atau tidak sadar - harus berkompetisi dengan dunia luar.

Dalam bahasa makronya World Bank, sinyalemen saya tersebut antara lain terwakili oleh data sebagai berikut . Dalam hal kemudahan usaha lima tahun lalu (2006) kita berada di urutan no 115  dari 155 negara, kini kita berada di urutan 122 dari 187 negara. Lebih baik kah ?, harus diakui bahwa tidak semuanya buruk,  ada juga  perbaikan.

Dari sisi kemudahan usaha baru misalnya, lima tahun lalu untuk mendirikan usaha baru di Indonesia rata-rata harus melalui 12 prosedur dan memakan waktu rata-rata  151 hari, kini prosedur yang ditempuh tinggal 6 dan rata-ratanya ‘cuma’ perlu waktu 47 hari. Tetapi inilah yang saya sebut masih kurang berlatih tersebut, karena ternyata orang lain masih tampil jauh lebih prima lagi.

‘Juara dunia’ tahun 2006 adalah New Zealand,  di New Zealand saat itu untuk merintis usaha baru hanya perlu dua prosedur dan waktu rata-rata yang diperlukan hanya 12 hari. Kini untuk membuka usaha baru di New Zealand cukup menempuh 1 prosedur saja dan selesai dalam waktu satu hari. Dengan kinerja yang luar biasa inipun New Zealand hanya menduduki rangking no 4 tahun 2011, kalah jauh dari Singapore – yang memiliki berbagai keunggulan lainnya. Untuk memulai usaha baru, di salah negeri terdekat dengan kita tersebut hanya perlu 3 prosedur yang rata-rata dapat diselesaikan keseluruhannya dalam waktu tiga hari.

Kita tidak bisa hanya berpuas diri sibuk membenahi ini itu – tanpa melihat big picture yang terjadi di dunia sekitar kita. Dana investasi dunia diperebutkan secara global yang berarti juga ketersediaan lapangan kerja. Maka sama dengan dunia sepak bola di awal tulisan saya ini,  sebelum berkompetisi secara global –kita perlu membiasakan diri juga berkompetisi secara nasional dengan fair.

Yang bisa dilakukan misalnya, pemda-pemda di seluruh Indonesia dinilai kinerjanya dalam mempermudah usaha di daerahnya masing-masing – yang berarti juga kecepatan penciptaan lapangan kerja. Bila tingkat kemudahan usaha di setiap kabupaten/kotamadya di rangking dan diumumkan setiap tahun, maka kabupaten/kotamadya yang paling business friendly akan kebanjiran investor dan lapangan kerja. Ini agar menjadi pemicu kabupaten/kotomadya lain mengejar ketinggalannya. Kompetisi semacam ini yang akan dirasakan langsung oleh rakyat karena terkait langsung dengan lapangan kerja, kalau yang dilombakan Adhipura, apa yang diperoleh oleh rakyat ? mereka hanya kebagian kerjanya tetapi tidak menikmati apa-apa setelah kota/kabupatennya menerima piala Adhipura.

Kontrasnya layanan satu kabupaten/kodya dengan kabupaten/kodya lain di provinsi yang sama misalnya saya alami langsung ketika membina para peserta Pesantren Wirausaha untuk belajar berusaha – yang lokasinya berada di tiga kabupaten/kodya. Tidak adanya ‘kompetisi’ membuat kota atau kabupaten yang tertinggal tidak berusaha mengejar ketinggalannya – bahkan mungkin mereka menikmati ketertinggalannya. Di satu kabupaten misalnya upaya kita untuk menciptakan lapangan kerja mendapatkan penghargaan dari Bupati dan bahkan juga  Gubernurnya, tetapi di kota lain usaha penciptaan kerja yang  sama dihadang oleh peraturan administrative yang sangat tidak prinsipil.

Bila secara nasional kita tidak berlatih kompetisi yang sehat, lantas bagaimana kita bisa memenangkan kompetisi internasional-nya ?.  Hayo siapa yang mau mulai mengelola kompetisi ini ?. Insyaallah bermanfaat untuk menumbuhkan iklim usaha yang sehat dan percepatan penciptaan lapangan kerja. Bila ini kita lakukan, insyaAllah ada chance bagi kita untuk bisa menjadi ‘juara dunia’ baru dibidang ini sekian tahun yang akan datang. Amin.

A Necessary Evil Bernama Pasar...

Oleh Muhaimin Iqbal   
Kamis, 24 March 2011 08:25
Salah satu tempat yang paling dibenci oleh Allah di muka bumi ini adalah pasar, hal ini sejalan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Lokasi yang paling Allah cintai adalah masjid, dan Lokasi yang paling Allah benci adalah pasar." (Shahih Muslim, 1076).  Tetapi sepintas mungkin nampak ironi, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bahkan juga mendirikan  pasar bagi kaum muslimin. Mengapa demikian ?.

Inilah apa yang dalam istilah modern disebut a necessary evil, yaitu bisa jadi suatu hal itu banyak ke burukannya – tetapi keberadaannya diperlukan. Justru disinilah letak sempurnanya agama ini, bahkan untuk mengatasi atau mengelola tempat yang paling dibenci Allah-pun ada tuntunanannya.

Allah dan RasulNya tentu lebih mengetahui mengapa pasar menjadi tempat yang dibenci olehNya, tetapi bisa jadi ini karena di pasar pada umumnya banyak sekali penipuan, pengelabuhan, pengurangan timbangan, sumpah palsu dan berbagai kecurangan lainnya.

Bila pasar di artikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, maka ‘pasar’ yang paling dibenci Allah tersebut –pun kini  menjadi sangat luas cakupannya. Karena banyak sekali kebutuhan kita sekarang yang tidak lagi kita beli di ‘pasar’ dalam arti fisik. Kita bisa membeli kebutuhan kita atas barang atau jasa  lewat internet, lewat kantor-kantor perusahaan penyedia barang dan jasa tersebut atau bahkan salesman-nya yang datang ke rumah-rumah kita untuk menjajakan produknya.

Lantas apakah tempat-tempat ‘jualan’ yang kini  termasuk kantor atau juga rumah-rumah yang dijadikan tempat usaha tersebut juga menjadi tempat yang dibenci Allah ?. Bisa jadi bila di dalamnya dilakukan berbagai penipuan, kecurangan dlsb.  Tetapi kita bisa belajar dari para sahabat beliau, yang tentu lebih paham makna dari hadits tersebut diatas dibandingkan dengan kita-kita di jaman ini.

Para sahabat beliau dari kaum anshar yang rata-rata aslinya memang pedagang di Mekah, tetap melakukan jual beli di pasar sampai akhir usianya kecuali yang mendapatkan tugas-tugas khusus seperti menjadi khalifah, gubernur dlsb. Bahkan sebagian sahabat ini-pun dijamin masuk surga seperti sahabat yang super kaya melalui kepandaiannya berdagang di pasar yaitu  Abdur Rahman Bin ‘Auf.

Jadi untuk selamat dari ‘tempat terburuk’ yang berupa pasar ini kita bisa belajar dari para sahabat dalam menyikapi hadits ‘peringatan’ seperti tersebut diatas. Tidak serta merta kita jauhi pasar, karena bila ini yang dilakukan – maka pasar akan dikuasai kaum yang lain yang malah bisa merugikan umat secara keseluruhan.

Sebaliknya kita juga harus mencontoh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam mendirikan pasar ini – bahwa umat ini harus memiliki pasarnya sendiri, sehingga bisa terbangun didalamnya budaya jual beli yang syar’i dan mendatangkan barakah, dan terbebas dari ketergantungan terhadap pasarnya ‘yahudi’.

Begitu detilnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajari umatnya untuk bisa memperoleh beribu-ribu kebaikan, terhapusnya beribu-ribu  keburukan dan terangkatnya kedudukan beribu-ribu derajat  - bahkan dari tempat yang dibenci oleh Allah sekalipun yaitu pasar ini. Beliau-pun mengajari kita untuk berdo’a sebelum memasuki pasar melalui sabdanya :

"Barangsiapa yang memasuki pasar lalu mengucapkan; LAA ILAHA ILLAALLAH WAHDAHU LAA SYRIKALAH LAHUL MULKU WA LAHL HAMDU YUHYI WA YUMIT WA HUWA HAYYUN LAA YAMUT BIYADIHIL KHAIR WA HUWA 'ALA KULLI SYAI`IN QADIR (Tidak ada tuhan yang haq kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan pujian. Dia Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, Dia Hidup dan tidak mati, seluruh kebaikan ada di TanganNya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu). Maka Allah akan mencatat beribu-ribu kebaikan untuknya, menghapus beribu-ribu keburukan darinya dan mengangkat kedudukannya beribu-beribu derajat." Ketika aku tiba di Khurasan dan bertemu dengan Qutaibah bin Muslim, aku berkata; Aku datang kepadamu membawa sebuah hadiah, lalu aku menceritakan hadits itu kepadanya. Ia pun segera mengendarai tungganganya dan menuju ke pasar. Ia berdiri dan membacanya, kemudian kembali pulang. (Sunan Darimi , Hadits no 2576).

Hadits ini meng’inspirasi saya, bahwa suatu saat kelak ketika Bazaar Madinah telah meluas dan ada di mana-mana, di pintu-pintunya ada tulisan besar yang isinya do’a untuk memasuki pasar tersebut. Dengan demikian beribu-ribu orang akan memperoleh “ ...beribu-ribu kebaikan untuknya, menghapus beribu-ribu keburukan darinya dan mengangkat kedudukannya beribu-beribu derajat...”.

Bila di pasar saja orang bisa memperoleh kebaikan, tentu di tempat yang paling Allah cintai – Masjid akan lebih banyak lagi kebaikannya. Maka mengikuti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pula, pasar atau bazaar-bazaar yang kita dirikan nantinya tidak terlalu jauh dari masjid agar orang tidak lalai dengan jual beli atau perniagaannya, tidak terlalu dekat pula – agar keramaian atau kebisingan pasar tidak mengganggu aktifitas masjid.

Bazaar Madinah yang pertama yang kami dirikan di Depok berada dalam radius beberapa ratus meter dari 3 Masjid dan dua surau sekaligus, dengan demikian kami berharap para lelaki (rijal) yang beraktifitas didalamnya masuk kategori “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.”  Amin.(QS 24:37)

Kamis, 03 Maret 2011

10 Hal yang InsyaAllah Mendatangkan Keberkahan Dalam Perdagangan

Oleh Muhaimin Iqbal - Geraidinar.com
Jum'at, 04 March 2011 07:10

Dalam tulisan saya dua hari lalu (02/03/11) tentang Model Kemakmuran Para Pedagang, telah saya uraikan bagaimana secara materi para pedagang memperoleh kemakmurannya melalui dua hal yaitu perputaran modal (frequency) dan margin perdagangan yang wajar.  Namun diluar hal yang bersifat materi ini, ada yang jauh lebih penting yaitu keberkahan dari harta itu sendiri. Lantas bagaimana caranya agar kita bisa meraih keberkahan dalam perdagangan ini ?. Berikut saya ambilkan diantaranya 10 hal dari Kitab Fiqih Sunnah-nya Sayyid Sabiq.

Ketika ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam : “Wahai Rasulullah, apa pekerjaan yang terbaik ? (maksudnya yang paling halal dan paling berkah)”, Rasulullah menjawab, “Pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan transkasi jual beli yang mabrur”. (HR. Ahmad dan Bazzar). Mabrur artinya halal dan berkah, baik, bersih, suci, bebas dari dosa. Secara konkrit yang bisa kita ikuti dan praktekan untuk jual beli yang mabrur atau halal dan berkah ini adalah jual beli yang dilakukan dengan cara-cara atau mengandung hal-hal yang antara lain sebagai berikut :

1.     Sigap, mensegerakan berpagi-pagi mencari rizki. Dasarnya adalah do’a Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam “ Ya Allah, berkahilah bagi umatku yang bersegera mencari rizki di pagi buta”.
2.     Jual beli yang dilakukan dengan saling ridlo dan tidak ada paksaan, penjual tidak boleh mengkondisikan agar seseorang terpaksa membeli – pembeli juga tidak boleh mengkondisikan agar seseorang terpaksa menjual. Dasarnya adalah Ayat “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu...” (QS 4 : 29).
3.     Menyempurnakan takaran/timbangan dan tidak menguranginya. Dasarnya ada di beberapa ayat antara lain  QS 6 : 152 ; QS 17 : 35 dan QS 83 : 1 - 6.
4.     Jual beli yang saling memudahkan. Dasarnya adalah hadits Bukhari dan Tirmidzi yang meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda, “Allah merakhmati seseorang yang memberikan kemudahan apabila dia menjual, membeli dan menagih haknya”.
5.     Tidak bersumpah untuk sekedar melariskan perdagangan. Dasarnya adalalah hadits “Sumpah itu bisa melariskan dagangan, akan tetapi dapat menghapus keberkahannya”. (HR Bukhari dan lainnya dari Abu Hurairah).
6.     Tidak mempermainkan harga. Dasarnya adalah hadits Ashabus Sunan dengan sanad perawi yang sahih telah meriwayatkan dari Ansa R.A, ia berkata “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah harga-harga barang naik (mahal), tetapkanlah harga-harga untuk kami”. Rasulullah menjawab, “ Allah Penentu harga, Penahan, Pembentang dan Pemberi rizki, aku berharap tatkala bertemu Allah, tidak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kedzaliman dalam urusan darah dan harta””.
7.     Tidak menimbun barang yang dibutuhkan masyarakat. Dasarnya hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Hakim, Ibnu Syaibah dan Al –Bazzaz, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda, : “Barang siapa yang menimbun barang pangan selama 40 hari, ia sungguh telah lepas dari Allah dan Allah telah berlepas darinya”.
8.     Tidak menyembunyikan kelemahan atau cacat barang  yang dijualnya. Cacat barang, kelemahan atau kekurangan harus ditunjukkan/dijelaskan ke pembeli. Dasarnya hadits “Seseorang muslim itu saudara, maka tidak dihalalkan menjual kepada saudara sesama Muslim barang yang cacat, kecuali ia telah menjelaskan cacat tersebut”. (HR Ahmad, Ibnu Majjah, Daruquthni, Hakim dan Thabrani).
9.     Tidak menipu atau konspirasi mempermainkan pembeli, kartel harga dan sejenisnya. Dasarnya antara lain Hadits “Barang siapa menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami”.
10.   Tidak mengandung Maisir (Perjudian), Gharar (Spekulatif) dan Riba. Dasarnya ada di sejumlah ayat Al-Qur’an antara lain QS 2:279 ; QS 4 : 161 ; QS 30 : 39 dan sejumlah hadits yang terkait dengan masalah-masalah ini.

Sama dengan ikhtiar yang sifatnya materi seperti dalam tulisan sebelumnya tersebut diatas, ikhtiar untuk memperoleh keberkahan ini juga bukan hal yang tidak mungkin untuk kita laksanakan dalam perdagangan sehari-hari. Yang diperlukan adalah ke-istiqomah-an kita dalam mengamalkannya.

Maka bersamaan dengan akan dibukanya Bazaar Madinah dalam satu-dua bulan kedepan misalnya, poin-poin tersebut mulai kita sosialisasikan kepada para calon pedagang di Bazaar Madinah. Bila para eksekutif ketika baru diangkat menanda tangani Pakta Integritas. Maka para pedagang di Bazaar Madinah ketika mendaftar antara lain menanda tangani pakta ketaatan pada syariah yang antara lain mengandung sepuluh hal tersebut diatas. InsyaAllah rizki kita semua melimpah dan juga berkah.... Amin.